Sekilas tentang Koagulasi
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat tersuspensi dalam bentuk lumpur kasar, lumpur halus, dan koloid. Permukaan koloid memiliki muatan listrik sehingga koloid sulit untuk bersatu membentuk partikel yang berukuran lebih besar, akibatnya partikel stabil dan sulit untuk mengendap. Apabila kekuatan ionik tersebut dalam air cukup besar, maka keberadaan koloid dalam air sudah dalam bentuk terdestabilisasi. Destabilisasi ini disebabkan oleh ion monovalen dan divalen yang berada dalam air. Yang menjadi masalah adalah apabila kekuatan ionik dalam air sangat kecil sehingga menyebabkan koloid dalam air dalam kondisi stabil, sehingga susah saling berikatan karena seluruh koloid memiliki muatan yang sama. Untuk itulah diperlukan proses koagulasi untuk mendestabilkan koloid-koloid tersebut.Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dengan bantuan koagulan. Senyawa koagulan adalah senyawa yang mempunyai kemampuan mendestabilisasi koloid dengan menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga terbentuk inti gumpalan (inti flok) dan dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap (Sawyer, 2003). Proses koagulasi hanya dapat berlangsung bila ada pengadukan. Ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu:
- Jenis bahan kimia koagulan yang dipakai
- Dosis pembubuhan bahan kimia
- Pengadukan dari bahan kimia
Koagulan Alami
Pusat-pusat pengolahan air perkotaan atau municipal water treatment dengan skala besar mengolah air dengan cara menambahkan senyawa kimia penggumpal (koagulan) ke dalam air kotor yang akan diolah. Dengan cara tersebut, partikel-partikel yang berada di dalam air akan menjadi suatu gumpalan yang lebih besar lalu mengendap, baru kemudian air di bagian atas yang bersih dipisahkan untuk digunakan keperluan sehari-hari. Namun demikian, zat kimia penggumpal yang baik tidak mudah dijumpai di berbagai daerah terpencil. Andaipun ada, pasti harganya tidak terjangkau oleh masyarakat setempat.Salah satu alternatif yang tersedia secara lokal adalah penggunaan koagulan alami dari tanaman, yang barangkali, dapat diperoleh di sekitar kita. Penelitian dari The Environmental Engineering Group di Universitas Leicester, Inggris, telah lama mempelajari potensi penggunaan berbagai koagulan alami dalam proses pengolahan air skala kecil, menengah, dan besar. Penelitian tersebut dipusatkan terhadap potensi koagulan dari tepung biji tanaman Moringa oleifera. Tanaman tersebut banyak tumbuh di India bagian utara, tetapi sekarang sudah menyebar ke mana-mana ke seluruh kawasan tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia tanaman tersebut dikenal sebagai tanaman kelor dengan daun yang kecil-kecil. Selain itu, alternatif lain adalah dengan pemanfaatan Chitosan dan Chitin yang terdapat pada limbah udang.
-
Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa oleifera)
Pohon kelor (Moringa oleifera) diketahui mengandung polielektrolit kationik dan flokulan alamiah dengan komposisi kimia berbasis polipeptida yang mempunyai berat molekul mulai dari 6000 sampai 16000 dalton, mengandung hingga 6 asam-asam amino terutama asam glutamat, mentionin, dan arginin (Jahn, 1986). Sebagai bioflokulan, biji kelor kering dapat digunakan untuk mengkoagulasi-flokulasi kekeruhan air (Jahn, 1986; Sani, 1990; Bina, 1991 dalam Muyibi dan Evison, 1995; Narasiah dkk, 2002).
Efektivitas koagulasi oleh biji kelor ditentukan oleh kandungan protein kationik bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6,5 kdalton. Zat aktif (active agent) yang terkandung dalam biji kelor yaitu 4α L-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate (Sutherland dkk, 1990; Muyibi dan Evison, 1995). Prinsip utama mekanisme koagulasinya adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan protein tersebut (Ndabigengesere dkk, 1995). Dalam proses koagulasinya, biji kelor memberikan pengaruh yang kecil terhadap derajat keasaman dan konduktivitas. Jumlah lumpur yang diproduksi biji kelor lebih sedikit dari jumlah lumpur yang diproduksi oleh ferro sulfat sebagai koagulan (Chandra, 1998).
Bahan koagulan dalam biji kelor adalah protein kationik yang larut dalam air. Potensial zeta larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah sekitar +6 mV (Ndabigengesere dkk, 1995). Hal ini menunjukkan bahwa larutan ini didominasi oleh tegangan positif, meskipun merupakan campuran heterogen yang kompleks. Potensial zeta air sintetik adalah sekitar -46 mV. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH netral, partikel-partikel bermuatan negatif. Akibatnya, koagulasi partikel tersuspensi dengan biji kelor dipengaruhi oleh proses destabilisasi tegangan negatif koloid oleh polielektrolit kationik.
Mekanisme yang paling mungkin terjadi dalam proses koagulasi adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan atau adsorpsi dan ikatan antar partikel yang tidak stabil. Dari kedua mekanisme tersebut, untuk menentukan mekanisme mana yang terjadi merupakan suatu hal yang sangat sukar karena kedua mekanisme tersebut mungkin terjadi secara simultan. Tapi, umumnya mekanisme koagulasi dengan biji kelor adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan (Sutherland dkk, 1990).
KEUNTUNGAN
- Caranya sangat mudah
- Tidak berbahaya bagi kesehatan
- Dapat menjernihkan air lumpur maupun air keruh
- Kualitas air lebih baik karena:
- Mikroorganisme berkurang
- Zat organik berkurang sehingga pencemaran kembali berkurang
- Air lebih cepat mendidih
KERUGIAN
- Kelor tidak terdapat di semua daerah
- Air hasil penjernihan dengan kelor harus segera digunakan dan tidak dapat disimpan untuk hari berikutnya
- Penjernihan dengan cara ini hanya untuk skala kecil
http://duniawarnaku.wordpress.com/2012/10/01/koagulan-alami/
0 comments:
Post a Comment