Saturday, November 17, 2012

Makalah Makanan, Minuman, dan Kosmetika antara Halal dan Haram



“Sesungguhnya Allah yang mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan yang disembelih dengan nama selain Allah” (QS. Al-Baqarah: 173)
Halal berasal dari bahasa Arab “halla” yang artinya lepas atau tidak terikat. Pada dasarnya bahan makanan/makanan ciptaan Allah SWT adalah halal, kecuali secara khusus disebutkan dalam Al-Qur’an atau Hadits. Makanan Thayyib adalah makanan yang aman (tidak menyebabkan penyakit), sehat (mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh), dan proporsional (jumlahnya sesuai dengan kebutuhan tubuh).
Haram adalah sesuatu yang Allah SWT larang untuk dilakukan dengan larangan yang tegas, setiap orang yang menentangnya akan berhadapan dengan siksaan Allah di akhirat.
Yang diharamkan dalam hadist: binatang yang menjijikkan, binatang yang hidup di 2 alam, binatang yang tidak boleh dibunuh (seperti semut dan lebah), binatang buas bertaring, burung berkaki penerkam, daging keledai negeri.
Meskipun makanan yang diharamkan jumlahnya sangat sedikit, tetapi dengan perkembangan ilmu dan teknologi, saat ini telah bermunculan produk olahan makanan dengan penambahan berbagai bahan tambahan yang tidak jelas kehalalannya, sehingga menjadi syubhat (samar-samar, tidak jelas hukumnya).
Pengertian makanan halal dan minuman halal :
- Halal secara zatnya
- Halal cara memprosesnya
- Halal cara penyembelihannya
- Minuman yang tidak diharamkan
- Halal cara memperolehnya
Dalam Islam hanya ada pengertian:
- Halal.
- Tidak halal ( haram ).
- Diragukan kehalalannya.
- Tidak ada pengertian halal 100% halal 90%, dan seterusnya.
Makanan yang berasal dari bahan Hewani yang dinyatakan tidak halal/haram adalah:
- Bangkai
- Darah
- Babi
- Hewan yang tidak disembelih sesuai dengan tuntunan Islam.
- Hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah.
- Untuk minuman: khamr (beralkohol)
Teknik Penyembelihan Hewan yang Halal
1. Penyembelihnya harus seorang Muslim.
2. Didahului mengucapkan “Bismillahirrohmannirrohim”.
3. Menggunakan pisau yang tajam.
4. Tidak boleh diulang-ulang.
5. Darah hewan harus tuntas, maka urat nadi kanan kiri leher, saluran nafas dan saluran makanan harus putus.
6. Bila menggunakan pemingsanan harus terukur, tidak boleh mati sebelum disembelih.
7. Tidak boleh diproses lebih lanjut sebelum benar-benar mati.
Teknik Pengolahan Makanan Halal
1. Harus dicermati asal-usul bahan, jangan sampai ada yang berasal dari bahan non halal
2. Jangan sampai ada cemaran bahan non halal pada:
a. Dapur tempat pengolahan.
b. Bahan baku, bumbu dan bahan penolong yang digunakan.
c. Bahan mentah sebelum diolah.
d. Bahan jadi setelah diolah.
e. Alat-alat dan wadah yang digunakan.
f. Tempat pencucian alat-alat dan wadah.
g. Petugas/karyawan pada bagian produksi.
h. Bila perusahaan mengolah produksi halal dan juga mengolah produk non halal, maka tersebut di atas harus terpisah.
Teknik Pengolahan Pada Catering atau Rumah Makan
Sama dengan cara pengolahan produk halal tersebut di atas ditambah:
1. Bila rumah makan atau catering mengolah dan menyajikan makanan non halal, maka dapur dan tempat penyajian harus terpisah.
2. Tidak dibenarkan menyajikan minuman beralkohol.
Pada umumnya makanan yang sering dikonsumsi manusia ada dua jenis, yaitu:
1. Makanan selain binatang (nabati), terdiri dari biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan semua bentuknya).
Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (II/453) menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini kecuali yang mengandung mudharat.
2. Binatang (hewani), yang terdiri dari binatang darat dan binatang air.

Binatang darat ada dua macam:
1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak (Onta, sapi, kambing, ayam, bebek, dan semisalnya).
2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: Singa, serigala, ayam hutan, kuda liar dan sejenisnya.
 
Hukum binatang darat dengan kedua bentuknya adalah halal kecuali yang diharamkan oleh syari’at. Binatang air juga terbagi menjadi 2:
1. Binatang yang hidup di air yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya.
2. Binatang yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting.
Hukum binatang air bentuk yang pertama, -menurut pendapat yang paling kuat- adalah halal untuk dikonsumsi secara mutlak. Ini adalah pendapat Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan keumuman dalil dalam masalah ini, di antaranya adalah firman Allah أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” (QS. Al-Ma`idah: 96)
Dan sabda Rasulullah هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ “Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud I/69 no.83, At-Tirmidzi I/100 no.69, An-Nasa`i I/50 no.59, dan Ibnu Majah I/136 no.386. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Adapun bentuk yang kedua dari binatang air, yaitu binatang yang hidup di dua alam, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh binatang yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok karena ada hadits yang mengharamkannya. (Lihat Al-Majmu’ IX/32-33).
Di dalam syari’at Islam, makanan atau binatang yang haram dikonsumsi itu ada dua jenis:
Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya). Maksudnya hukum asal dari makanan itu sendiri memang sudah haram. di dalam hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di antaranya ialah
  1. Darah
    Darah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh dimakan karena sulit dihindari.
Hal ini berdasarkan firman Allah قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
  1. 2.    Daging Babi
Para ulama telah sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173) Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah…”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan (food additive).
Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
3. Khamar (minuman keras)

تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma`idah: 90)
secara marfu’:tDan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ “Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah haram”. (HR. Muslim III/1587 no.2003)
Dan dapat dianalogikan dengannya semua makanan dan minuman yang bisa menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan macamnya.
  1. Semua Binatang Buas Yang Bertaring, Yang Dengan Taringnya Ia Memangsa Dan Menyerang Mangsanya, Rasulullah Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ “Semua binatang buas yang bertaring, maka mengkonsumsinya adalah haram.” (HR. Muslim III/1534 no.1933).
Ia berkata: Juga apa yang diriwayatkan oleh Abu Tsa’labah Al-Khusyani أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ  melarang memakan semua binatang buas yang mempunyai taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).
Yang dimaksudkan di sini adalah semua binatang buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk menghadapi dan memangsa manusia dan binatang lainnya. (Lihat I’lamul Muwaqqi’in, karya Ibnul Qayyim II/117).
  1. 4.    Semua Jenis Burung Yang Bercakar, Yang Dengan Cakarnya Ia Mencengkeram Atau Menyerang Mangsanya.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)r“Rasulullah berkata: Yang dimaksud burung yang memiliki cakar di atas adalah yang buas, seperti burung Elang dan Rajawali. Sehingga tidak termasuk sebangsa ayam, burung merpati dan sejenisnya. Abu Musa Al-Asy’ari
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)r“
  1. Semua Binatang Yang Diperintahkan Untuk Dibunuh
    bersabda:rDi antara binatang-binatang yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Lima binatang jahat yang boleh dibunuh, baik di tanah haram (Mekkah dan Madinah, pent) atau di luarnya: tikus, kalajengking, burung buas, gagak, dan anjing hitam.” (HR.Bukhari III/1204 No.3136, dan Muslim II/856 no.1198)
, diatDemikian pula cecak, termasuk binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash  berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
memerintahkan untuk membunuh cecak, dan beliau menamakannya Fuwaisiqah (binatang jahat yang kecil)”. (HR. Muslim IV/1758 no.2238)r“Bahwa Nabi
bersabda:rPada riwayat lain Nabi
مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِي الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِي الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
“Barangsiapa membunuh cecak dengan sekali pukulan, ditulis baginya seratus kebajikan, barangsiapa yang membunuhnya pada pukulan yang kedua maka baginya kurang dari itu, dan pada pukulan yang ketiga baginya kurang dari itu.” (HR. Muslim IV/1758 no.2240)
memerintahkan agar membunuh binatang -binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab, jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.rDi dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi
  1. Semua Binatang Yang Dilarang Untuk Dibunuh.
Di antara binatang yang dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ
melarang membunuh empat jenis binatang, yaitu: semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurad (sejenis burung gereja).” (HR. Abu Daud II/789 no.5267. Dan Syaikh Al-Albani men-shahih-kannya).r“Sesungguhnya Nabi, ia berkata:  Menurut pendapat sebagian ulama, kodok juga termasuk binatang yang tidak boleh dibunuh. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Utsman أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا melarangnya untuk membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya). tentang kodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi r“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah melarang membunuh binatang-binatang itu, berarti dilarang pula memakannya. Sebab, jika binatang itu termasuk yang boleh dimakan, bagaimana cara memakannya kalau dilarang membunuhnya? Di dalam hadits tersebut.
8. Keledai jinak (bukan yang liar)
yang berseru:r, ia berkata: Bahwa ada seorang pesuruh Rasulullah tIni merupakan pendapat Empat Imam madzhab selain Imam Malik dalam sebagian riwayat darinya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik إِنَّ الله ورسوله يَنْهَيَاكُمْ عَنْ لُحُوْمِ ِالْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan daging-daging keledai yang jinak, karena dia adalah najis”. (HR. Bukhari V/2103 no.5208, dan Muslim III/1540 no.1940), ia berkata:tAdapun keledai liar, maka halal dikonsumsi. Sebagaimana hadits Jabir أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ  melarang kami dari (memakan) keledai jinak”. (HR. Muslim III/1541 no.1941, dan Imam Ahmad III/322 no.14490)r“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar.
Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”. (Lihat Al-Mughni beserta Asy-Syarhul Kabir IX/65).
9. Binatang Yang Lahir Dari Perkawinan Dua Jenis Binatang Yang Berbeda, Yang Salah Satunya Halal Dan Yang Lainnya Haram.
Hal ini karena menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.
berkata:tJabir bin Abdullah حَرَّمَ رسول الله صلى الله عليه وسلميَعْنِي يَوْمَ خَيْبَرٍٍ – لُحُوْمَ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ، وَلُحُوْمَ الْبِغَالِ  mengharamkan -yakni pada saat perang Khaibar- daging keledai jinak dan daging bighal.” (HR. Ahmad III/323 no.14503, dan At-Tirmidzi IV/73 no.1478)r“Rasulullah
Dan keharaman ini berlaku untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan hewan yang haram dimakan.
10. Anjing
ia berkata: telah mengharamkan harga jual-beli anjing dan menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshari rPara ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, karena ia termasuk binatang buas yang bertaring. Di samping itu Nabi أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ melarang dari harga (jual-beli) anjing, upah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)“
Bahwa Rasulullah bersabda, bahwa Rasulullah tDan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ “Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309) bersabda:rDan diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)I“Sesungguhnya jika Allah, ia berkata: “Kami diperintahkan untuk membunuh anjing, kecuali anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga tanaman.” (HR. Muslim III/1200 no.1571)tDiriwayatkan dari Ibnu Umar

11. Binatang Yang Buruk Atau Menjijikkan.
Semua yang menjijikkan –baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157)“ Dan dia (Muhammad)
Namun kriteria binatang yang buruk dan menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti berbeda. Ada yang menjijikkan bagi seseorang misalnya, tetapi tidak menjijikkan bagi yang lainnya. Maka yang dijadikan standar oleh para ulama’ adalah tabiat dan perasaan orang yang normal dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya memakan apa saja. Karena kepada merekalah Al-Qur’an diturunkan pertama kali dan dengan bahasa merekalah semuanya dijelaskan. Sehingga merekalah yang paling mengetahui mana binatang yang menjijikkan atau tidak. (lihat penjelasan syekhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa IX/26, dan seterusnya).
Kalau binatang itu tidak diketahui oleh orang Arab, karena tidak ada binatang sejenis yang hidup di sana, maka dikiyaskan (dianalogikan) dengan binatang yang paling dekat kemiripannya dengan binatang yang ada di Arab. Jika ia mirip dengan binatang yang haram maka diharamkan, dan sebaliknya. Tetapi jika tidak ada yang mirip dengan binatang tersebut maka dikembalikan kepada urf (tradisi/penilaian) masyarakat setempat. Kalau mayoritas mereka menganggapnya tidak menjijikkan, maka Imam at-Thabari membolehkan untuk dimakan, karena pada asalnya semua binatang boleh dimakan, kecuali kalau itu mengandung mudharat.
12. Semua makanan yang bermudharat terhadap kesehatan manusia -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.
berfirman:IAllah وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
bersabda:rJuga Nabi لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”. (HR. Ahmad I/313 no.2867, dan Ibnu Majah no.2431)
Kedua: Haram Lighairihi (makanan yang haram karena faktor eksternal). Maksudnya hukum asal makanan itu sendiri adalah halal, akan tetapi dia berubah menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri atau dibeli dengan uang hasil korupsi, transaksi riba, upah pelacuran, sesajen perdukunan, dan lain sebagainya.
  1. Binatang Disembelih Untuk Sesaji: IHewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana firman Allah حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
2. Binatang Yang Disembelih Tanpa Membaca Basmalah berfirman: Al An’am, 6:121. Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan dagingnya kecuali jika lupa. Allah وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)
3. Bangkai berfirman: Yaitu semua binatang yang mati tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan. Allah  حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Jenis-jenis bangkai berdasarkan ayat di atas:
  1. Al-Munhaniqoh, yaitu binatang yang mati karena tercekik.
  2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.
  3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
  4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
  5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
  6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
  7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
  8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
  9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa saja yang terpotong dari binatang dalam keadaan binatang itu masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad V/218 no.21953, Abu Daud II/123 no.2858, At-Tirmidzi IV/74 no.1480, dan ia men-shahih-kannya).
Diperkecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:
  1. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.
    bersabda:r, bahwa Rasulullah t2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar  أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ “Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani) bersabda, bahwa Nabi. Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ “Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199). Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
4. Makanan Halal Yang Diperoleh Dengan Cara Haram
:I. Misalnya, makanan hasil curian, atau dibeli dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah IPada dasarnya semua makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh dengan cara yang diharamkan Allah
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
5. Jallalah
Yaitu binatang yang sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan selainnya.
, ia berkata:tHukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
melarang memakan Jallalah dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 No. 3785, dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)r“Rasulullah
Dalam riwaya berkata:tt lain, Abdullah bin Umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787).r“Rasulullah
, bahwa ia pernah mengurung ayam yang suka makan feses (kotoran atau najis) selama tiga hari. (Hadits Shahih riwayat Ibnu Abi Syaibah. Lihat Irwa’ Al-Ghalil, karya Syaikh Al-Albani No.2504).tAgar Jallalah tersebut menjadi halal diharuskan untuk dikurung minimal tiga hari, dan diberi makanan yang bersih atau suci, sebagaimana yang dicontohkan oleh Abdullah bin Umar
Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).
6. Semua Makanan Halal Yang Tercampur Najis ditanya tentang minyak samin (lemak) yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:rContohnya seperti mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ . وَكُلُوا سَمْنَكُمْ “Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)
Jadi jika yang kejatuhan najis adalah makanan padat, maka cara membersihkannya adalah dengan membuang najisnya dan makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk dimakan. Akan tetapi jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa cairan, maka hukumnya dirinci; jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, rasa, dan warna), maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi, demikian pula sebaliknya.
Demikian pembahasan tentang kaidah dan kriteria makanan dan binatang yang diharamkan dalam agama Islam yang dapat kami sebutkan. Semoga apa yang kami tulis menjadi amal shalih dan ilmu yang bermanfaat bagi penulisnya maupun pembaca semuanya.
Halal bagian kosmetika
Dulu, perusahaan kosmetika menggantungkan pada bahan-bahan yang memiliki khasiat yang misterius, seperti minyak yang diperoleh dari kura-kura yang meningkatkan peremajaan kulit atau mengencangkan otot yang terdapat di dagu. Kemudian minyak ikan paus, royal jelly yang berasal dari lebah ratu, ekstraks embrio anak ayam, serum darah kuda, dan ekstrak kulit babi yang mempunyai khasiat khusus.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan sebagai ingredien kosmetika
Liposome : berbentuk kantung-kantung mikroskopik, terdiri dari berbagai bahan lemak, termasuk fosfolipid. Fosfolipid adalah komponen natural dari membran sel. Namun bahan yang digunakan dalam kosmetika bisa berasal dari alami atau pun sintetik. Jika bahan tersebut tercampur air dengan sempurna , maka fosfolipid akan membentuk bulatan liposome yang akan menangkp bahan yang akan terlarut dalam air atau dalam minyak.
Produsen mengatakan bahwa liposome bertindak seperti sistem pengiriman.Klaim demikian karena dengan adanya kream atau pun lotion, liposom dapat lebih mudah terpenetrasi ke dalam permukaan kulit untuk mendasari lapisan, kemudian meleleh dan menyimpan ingredient lain.
Nayad : adalah nama dagang untuk ekstraks khamir. Berdasarkan literatur, nayad digambarkan sebagai suatu sistem yang baru dimana sel-sel khamirnya diambil serta dimurnikan ratusan kali. Sehingga menghasilkan produk konsentrat tinggi, bebas bau dan ekstraks khamir yang memiliki potensi luar biasa. Namun demikian belum bisa dijelaskan bagaimana cara kerja produk tersebut. Yang diketahui bahwa penggunaan nayad memberikan hasil yang luar biasa, kulit menjadi mulus, tanpa ada kerutan dan garis penuaan.
Vitamin : Sebagaimana halnya pangan yang mengandung vitamin ADEK dan beberapa vitamin B kompleks, maka pengusaha kosmetika pun tidak mau kalah. Dengan adanya penambahan vitamin dalam formula kosmetika, maka kulit akan menjadi lebih baik, terpelihara karena keberadaan vitamin dianggap sebagai pensuplai gizi makanan untuk kulit. Walaupun menurut Direktur FDA divisi kosmetika, Stanley R Milstein Phd belum ada bukti klinis bahwa vitamin-vitamin tersebut dapat mensuplai gizi atau makanan bagi kulit.
Aloe Vera : suatu tanaman dari famili lili yang memiliki sifat sebagai anti iritasi. Sudah dikenal sebelum zaman Cleopatra, Plasenta manusia telah digunakan sebagai bahan kosmetika sejak tahun 1940. Khasiatnya menghilangkan kerutan, menstimulir pertumbuhan jaringan menjadikan plasenta dikenal sebagai kelompok obat, yang kemudian oleh FDA dinyatakan sebagai misbranded (tercemar).
Amniotik liquid : Cairan yang berada di sekitar janin yang berfungsi untuk melindungi janin dari benturan fisik. Memiliki keuntungan yang sama dengan plasenta manusia serta penggunaannya tebatas pada penggunaan pelembab, lotion rambut dan perawatan kulit kepala serta shampo. Bahan tersebut yang biasa digunakan untuk kosmetik berasal dari sapi atau lembu jantan.
Kollagen : Bahan ini bisa berasal dari sapi dan babi . Penelitian telah dilakukan pada berbagai tipe dan penggunaan kolagen. Pada kosmetik, kolagen memiliki efek melembabkan, karena kollagen tidak larut air, tetapi sebaliknya menahan air.
Cerebroside : Bahan ini dapat berasal dari hewan atau tanaman. Cerebroside termasuk dalam kelompok glikolipid yaitu terdiri dari bahan lemak dan karbohidrat. Diproduksi secara alami dalam sel epidermal basal, merupakan lapisan kulit paling dalam. Setelah cerebroside terbentuk, maka ia akan tersekresi keluar sel kemudian bertindak sebagai lapisan pelindung. Karena sel baru terbentuk di lapisan dibawah kulit,kulit yang lebih tua akan bergerak menuju permukaan dan menjadi kering. Bahan yang digunakan dapat bersumber dari sapi, lembu jantan, sel otak babi atau jaringan-jaringan sistem syaraf.
Gliserin: Turunan lemak yang sudah digunakan luas di hamper semua produsen kosmetik. Penggunaannya terutama pada produk sabun mandi, body lotion, dan pelembab. Bahan ini dapat berasal dari nabati maupun hewani.
tips umum yang bisa kita lakukan demi memastikan menggunakan produk halal:
  • Legalitas produk
    Pilihlah produk kosmetika yang legal. Hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kode pendaftaran untuk produk kosmetika lokal adalah CD, sedangkan untuk produk impor memiliki kode CL. Legalitas produk merupakan hal yang penting sekali diperhatikan karena saat ini di pasaran telah banjir berbagai produk kosmetika dengan penawaran khasiat dan harga yang menarik, tetapi tidak terdaftar secara di BPOM. Produk-produk illegal ini tidak dapat dimintai pertanggungjawaban jika nantinya terjadi efek samping pada pengguna.
  • Daftar komposisi bahan
    Dengan berbekal pengetahuan tentang bahan-bahan kosmetika, konsumen dapat memilih kosmetika mana yang aman dan halal untuk dipakai. Untuk mengetahui hal ini tentunya konsumen perlu mengetahui jenis-jenis bahan yang dikandung dalam produk kosmetika yang akan dipilihnya. Informasi ini dapat diketahui jika produsen dengan jujur mencantumkan daftar bahan yang digunakan pada label kemasan. Sayangnya sampai saat ini masih sangat sedikit produsen yang mau melakukannya. Minimal produsen hanya mencantumkan bahan aktif yang terkandung dalam produknya, sedangkan sebagian besar hanya mencantumkan khasiat tanpa keterangan bahan sama sekali. Menghadapi kondisi seperti ini konsumen harus lebih ulet lagi mencari jalan untuk mendapatkan informasi, atau mencari alternatif produk lain yang lebih informatif.
  • Nama dan alamat produsen
    Nama dan alamat jelas produsen harus jelas tercantum pada label kemasan sehingga konsumen akan mudah mencari informasi dan mengajukan tuntutan jika terjadi hal-hal yang merugikan akibat penggunaan produk yang diproduksinya. Produsen yang baik biasanya mencantumkan nomor khusus untuk pelayanan konsumen serta alamat situs web yang dapat dihubungi. Sebaliknya tidak jarang produsen tidak memberikan alamat kontak, bahkan tidak menyebutkan nama produsen dan alamat sama sekali.
  • Langkah mencari informasi
    Jika komposisi bahan tidak tercantum pada label kemasan, konsumen dapat mencari informasi langsung kepada pihak produsen. Hal ini tentunya hanya bisa dilakukan jika produsen memberikan informasi lengkap alamat layanan konsumen yang dapat dihubungi, baik melalui telepon, fax ataupun email. Berdasarkan pengalaman, produsen agak alergi jika ditanya soal kehalalan bahan yang digunakan. Hal ini mungkin karena halal merupakan isu yang sangat sensitif di Indonesia. Informasi tentang ada tidaknya kandungan bahan hewani dalam produknya biasanya lebih mudah diberikan produsen jika konsumen bertanya tidak dengan alasan halal, melainkan alasan kesehatan, misalnya alergi.
Ayat dan hadits yang menerangkan kehalalan makanan:
-          QS. Al-Baqarah: 168 (“Wahai sekalian manusiam makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”).
-          Ayat yang menyatakan bahwa perintah mengonsumsi makanan halal dapat disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah SWT, terdapat dalam Al-Qur’an:
QS. Al-Maidah: 88 (“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”)
-          Firman Allah SWT yang secara jelas menyebutkan makanan yang haram untuk dikonsumsi, antara lain:
  • QS. Al-Baqarah: 173 (“Sesungguhnya Allah yang mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan yang disembelih dengan nama selain Allah”).
  • QS. Al-Baqarah: 219 (“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi; Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya”).
  • QS. An-Nisa: 43 (“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”).
  • QS. Al-Maidah: 3 (“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya”).
  • QS. Al-An’am: 121 (“Dan janganlah kamu makan sembelihan yang tidak menyebut nama Allah dan sesungguhnya yang demikian itu fasik”).
  • QS. An-Nahl: 67 (“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan”)
  • QS. Al-Isra: 70 (“Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam (manusia) dan Kami Angkat (tinggikan) mereka di darat maupun di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”)
  • QS. Al-Maidah: 4 (Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarkannya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya”)
    • QS. Al-An’am: 119 “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
    • bersabda: “Apa saja yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitabNya itulah yang halal, dan apa saja yang diharamkan oleh-Nya itulah yang haram, adapun yang tidak dijelaskan, berarti termasuk yang dimaafkan bagimu. Dan terimalah pemaafan Allah itu, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu, kemudian beliau membaca firman Allah:r, bahwa Rasulullah tMaka semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam syari’at Islam berarti hukumnya adalah halal sepanjang tidak menimbulkan mudharat kepada dirinya. Demikian pula binatang yang tidak ada pengharamannya dalam dalil-dalil syar’i dan tidak termasuk ke dalam golongan binatang yang haram dikonsumsi, baik karena kesamaan jenis, bentuk atau sifat, maka hukumnya halal dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti dijadikan kendaraan, perhiasan, hiburan atau selainnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’
 




sumber:
http://sabilitime.wordpress.com/2012/07/31/makalah-makanan-minuman-dan-kosmetika-antara-halal-dan-haram/
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments:

Post a Comment